­

Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu ketiga. Kali ini tentang perempuan inspiratifku. Wah, pas bange...

My Mumm and Her Self

By 15.20 , , ,

Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu ketiga. Kali ini tentang perempuan inspiratifku. Wah, pas banget deh sama peringatan hari lahir kartini.

langsung saja deh, karena ini untuk orang terdekat maka perempuan yang paling menginspirasi bagi saya adalah ibu. Ahh, biasa banget yah?! Eits jangan salah. Jika anda beragama islam, maka Rasululloh memuliakan ibu 3 tingkat di atas ayah lho. Bayangkan saja, ibu sudah mengandung selama sembilan bulan, melahirkan yang taruhannya nyawa, dst, dst. Tentu saja ini bukanlah hal yang biasa. Ini luar biasa!

Namun alih-alih saya membahas tentang bagaimana pengorbanan ibu terhadap saya, kali ini saya ingin bercerita tentang kebiasaan ibu yang akhirnya menjadi kebiasaan saya utamanya tentang ibadah. Saya pikir, semua pasti punya pengalaman menarik mengenai pembelajaran spiritualnya. Sayapun demikian, dan setelah saya berfikir dan menelaah cukup lama, ternyata ibu lah yang turut membuat saya seperti sekarang ini (kuk terkesan gak rela sih kalimatnya? Padahal sedang rela sekali.hehe).

Urusan ibadah itu nomor satu, dan ibu saya bilang bahwa hal ini tidak bisa diganggu gugat. Terkesan saklek memang, tapi hal ini adalah benar adanya. Banyak kemudian hal-hal yang saya kenang dari apa yang selama ini beliau lakukan prihal ibadah ini. 

My Mumm
Ibu saya itu, termasuk orang yang agak penakut saat menyebrang jalan. Ada sepeda motor masih jarak 50 meter saja beliau sudah tidak mau menyebrang jalan dan memilih untuk menunggu. Akan tetapi jika sudah datang waktu maghrib, isya' atau subuh hal itu tidak berlaku. Beliau akan tetap menyebrang jalan meski jarak sepeda motor itu sudah lebih dekat. Apalagi jika beliau sudah mendengar iqomah di Mushola, alhasil berangkat ke Mushola serasa lomba jalan cepat mendekati lari.

Ibu selalu berangkat lebih awal untuk sholat berjamaah, baik itu di Mushola maupun di Masjid Kecamatan yang jaraknya lebih jauh dari Mushola tentunya. Alasannya beliau harus berada di shaff paling depan untuk sholat, menurutnya berada di shaff kedua saja sudah membuatnya tidak konsentrasi saat sholat. Hal ini membuat ibu bahkan sudah harus berangkat dari rumah jauh-jauh sebelum adzan dikumandangkan. Konsekuensinya ibu pun harus tahu jarak waktu yang memungkinkan untuk berangkat sholat, padahal waktu sholat tidak selalu tetap melainkan menyesuaikan perputaran waktu. Konsekuensi lain adalah barangsiapa yang ingin berangkat bersama ibu, misalnya saya, harus mempersiapkan diri lebih awal agar tidak ditinggal. Sewaktu saya masih SD, saya sering ditinggal ibu berangkat lebih dulu karena saya super lelet.hehe Saya kini memandangnya sangat positif karena sesungguhnya hal ini membuat saya lebih disiplin waktu.

Berada di shaff depan ternyata saya rasakan sangat berbeda dengan berada pada shaff kedua dan seterusnya, karena sholat memang menjadi lebih khusuk saat menghadap tembok. Oiya, ditempat saya untuk tempat sholat perempuan biasanya berada di bagian luar Masjid alias tidak berada di belakang shaff laki-laki. Tentu kebiasaan saya ini tidak berlaku saat shaff perempuan berada di belakang shaff laki-laki. Karena jika sudah begitu maka saya lebih meilih di shaff bagian paling belakang, alasannya memang demikian lah yang seharusnya :). Saat shaff perempuan berada tepat di belakang shaff laki-laki, maka yang paling baik bagi seorang perempuan dewasa adalah berada pada shaff paling belakang.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
 
“Sebaik-baik shaff kaum laki-laki adalah yang paling awal, dan sejelek-jeleknya adalah paling terakhir. Dan sebaik-baik shaff wanita adalah paling terakhir, dan sejelek-jeleknya adalah yang paling awal”. [HR. Muslim: 440, Abu Dawud: 678, an-Nasa’iy: II/ 93, at-Turmudziy: 224, Ibnu Majah: 1000 dan Ahmad: II/ 247. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].

Hal yang lain, ibu saya ini selalu bersemangat untuk belajar mengaji dan menghafal doa-doa. Beliau pernah bilang, bahwa beliau dulu sangat ingin bersekolah di pondok pesantren tapi tidak bisa karena kakek dan nenek tidak ada biaya. Tapi hal ini tidak menyurutkan semangatnya. Pada akhirnya beliau belajar lebih keras untuk memahami ilmu agama, beliau semakin getol saja ikut pengajian, mencari referensi berbagai macam doa, tahlil, istighosah dan sebagainya. Semangat ini akhirnya juga turut menggugah saya untuk terus haus akan ilmu agama, terlebih saya sendiri saat SMP dan SMA saya bersekolah di Mts dan MAN.

Saat belum berhaji, ibu saya ingin sekali berangkat haji. Padahal waktu itu beliau hanya pegawai negeri biasa lulusan SMA yang seakan tidak mungkin untuk dapat berangkat menunaikan ibadah haji dengan uang gaji. Namun Alhamdulillah berkat keinginan yang mendalam dan tentu saja atas ridha Alloh, beliau bisa berangkat berangkat haji dan bahkan umroh setelah ayah pensiun. Beliau bercerita bahwa jika mempunyai keinginan, maka serahkanlah pada Alloh, mintalah sungguh-sungguh pasti Alloh akan memberi jalan.

Demikianlah perempuan terinspiratif dan terdekat dengan saya. Kini saya telah memiliki seorang putri. Saya sangat berharap dapat menjadi contoh terbaik untuknya, menjaganya atas izin Alloh sebagai amanah yang penuh keridhaan dan keberkahan. Aamiin.

You Might Also Like

0 komentar